oleh : Ummu Sumayyah
Kenapa mesti belajar dari semut? Apa tidak cukup pelajaran dari manusia? Erm, mungkin boleh beranggapan penulis sudah bosan dengan ragam manusia…apa bentuk tanggapan sekalipun sebenar dunia semut tidak lari dari dunia manusia, jika tidak masakan semut menjadi salah satu nama surah yang termaktub dalam kalamullah? Surah ke 27 An-Naml. Sudah tentu pada umat semut tersebut terdapat pelajaran dan pengajaran yang dapat diambil oleh manusia. Sebenar sebelum mentadabur sebuah kitab tulisan Prof.Dr. Nashir bin Sulaiman Al-‘Umar bertajuk “Berguru kepada Semut” sebenar penulis sendiri tidak dapat menangkap hikmah dan pelajaran berharga dari penciptaan semut. Sehinggalah penulis berjaya menghabiskan tulisan tersebut, penulis jadi malu kepada semut kerana Allah memuji umat semut yang sentiasa bertasbih kepada-NYA namun, aku sebagai manusia sering terleka….
“Ada seekor semut pernah mengigit salah seorang Nabi, seketika dia memerintahkan (bawahannya) untuk mendatangi desa (yang dihuni oleh) semut, lalu dibakarlah desa itu. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi tersebut, “ Apakah kerena ada seekor semut mengigitmu, kamu membinasakan salah satu umat yang sentiasa bertasbih (kepada-Ku). Mengapa kamu tidak membunuh satu semut saja?” -(HR.Al-Bukhari)
KISAH SEMUT BERSAMA NABI SULAIMAN ALAYHI WASSALAM
Melalui surah Al-Naml ayat 18 firman Allah bermaksud :
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tenteranya, sedangkan mereka tidak menyedari.” (An-Naml:18)
Bayangkan seekor semut tersebut tidak bersikap mementingkan diri sendiri ketika bahaya datang mengancam, tetapi bersikap memperingatkan kelompoknya. Betapa mengagumkan semut tersebut! Ia adalah seekor semut yang memikul kepentingan kaumnya, ia boleh mencium bahaya yang mengancam anak buah yang menjadi tanggungjawabnya. Perhatikan, apakah semut tersebut sibuk untuk lari sendirian ketika merasa ada bahaya mengancam? Apakah semut tersebut berkata, “Apa yang harus aku lakukan? Aku hanya seekor semut, apa yang harus aku lakukan menghadapi bala tentera yang datang ini. Aku berada di tengah umat semut; umat yang banyak. Sedang aku seekor semut, apa yang harus aku lakukan?”
Mengambil pelajaran dari sikap dan kisah semut ini kita renungkan pula umat islam. Bukankah mara bahaya yang mengancam umat kita lebih besar daripada mara bahaya yang mengancam semut Nabi Sulaiman? Berapa banyak di antara kita yang mempunyai kepekaan seperti kepekaan semut tersebut, yang berupaya menyelamatkan umatnya, dan ikut sedih memikirkan umatnya? Siapa di antara kita yang boleh bangun dan tidur, sedang dia memikul kepentingan umat yang dikelilingi mara bahaya di samping kanan dan di samping kirinya? Demi Allah, ia bukan hanya satu bahaya saja, akan tetapi beraneka ragam bahaya.
Sungguh sangat sedikit, di antara mereka yang meletakkan kepentingan umat ini didahulukan daripada kepentingan peribadi diri sendiri.
Seterusnya menganalisis pula sikap semut tersebut melalui surah An-Naml:18 “Sedangkan mereka tidak menyedari”…betapa semut tersebut yang bimbang mara bahaya yang datang kepada kelompoknya sedikitpun tidak bersangka buruk terhadap tentera Nabi Sulaiman, malah bersikap positf dengan menyatakan ‘mereka tidak menyedari’ bukan pula berkata mereka akan menghentam kalian, dan akan membunuh serta membinasakan kalian. Allahu Akbar! Perhatikan perilaku semut tersebut kemudian bandingkan dengan perilaku dan realiti yang kita hadapi.
Rasulullah shalallahu alayhi wasalam bersabda kepada Zaid, “ jangan kau ganggu ketenteraman hatinya.”1 Baginda juga bersabda kepada Usamah bin Zaid, “Jangan kau ganggu ketenteraman hatinya.”2 dalam sebuah kisah yang tidak asing lagi bagi kita.
Semut tersebut begitu menaruh perhatian terhadap permasalahan ini, kerena itu dia tidak memberikan peluang kepada kaumnya untuk bertanya, setelah semut tersebut berkata,
“agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tenteranya, sedangkan mereka tidak menyedari.” (An-Naml:18)
Sebab seandainya semut tersebut mengatakan kalimat tersebut, kemudian tidak mengungkapkan kalimat lain nescaya kaumnya tidak akan diam. Ada seseorang yang berkata, “Apa yang diinginkan Sulaiman? Mangapa Sulaiman melawati lembah ini? Apakah dia tidak menemukan lembah lain untuk dilalui?” Dari pertanyaan-pertanyaan semacam inilah muncul prasangka yang beraneka ragam, timbullah prasangka yang negatif. Oleh kerana itu, semut tersebut menutup pintu terhadap bala tenteranya untuk melontarkan pertanyaan, dengan cara mengatakan,”Sedangkan mereka tidak menyedari.” (An-Naml: 18) . Bagaimana seseorang yang mahu menyelamatkan orang lain tetapi bersikap menganggu ketenteraman hati saudara-saudaranya? Nah, di sini betapa berhikmahnya semut!
Menyoroti pula sikap umat manusia sering kali bersikap prasangka negatif terhadap orang-orang yang berbuat kebaikan. Malah, sering kedengaran ‘si fulan itu nak tunjuk baik la kononnyer’, ‘ si fulan ini nak mengampu kerajaan’ atau ‘si fulan itu nak cari populariti’…sedangkan umat semut tersebut pula tidak bersikap demikian tetapi terus patuh pada ajakan dan nasihat ketua semut lalu masuk ke dalam sarang-sarang mereka. Sehingga mereka selamat dari mara bahaya, kerana mematuhi seruan pimpinannya.
1 HR.Muslim, bab Al-Imaanu (96), Abu Dawud, bab Al-Jihaadu (2643), dan Ahmad (5/207).
2 Ibid
...kisah bersambung...
(dipetik dan diolah dari kitab karangan Prof.Dr. Nashir bin Sulaiman Al-'Umar, BERGURU KEPADA SEMUT, terbitan Pustaka At-Tibyan)
1 comment:
Salam... Entah ler, kenkadang kalau dah byk sgt semut maka ridsect ajer jawabnyer... with no mercy... Aduhh... semut pun makhluk Allah jugak...
Post a Comment