Wednesday, December 24, 2008

~...Bolehkah Umat Islam Turut Meraikan Krismas?...~

Jawapan dari al-Imam al-Walid `Abdul `Aziz bin `Abdullah b.Baz:

Tidak boleh bagi setiap muslimin dan muslimat berkongsi perayaan Yahudi,atau Nasrani(kristian),atau perayaan dari agama-agama lain.Bahkan wajib meninggalkannya,hal ini kerana sesiapa yang menyerupai sesuatu kaum maka ia termasuk dikalangan kaum itu,Rasul sallallahu`alaihiwasallam telah mengancam kita daripada menyerupai mereka(kaum kafir) dan berperangai dengan perangai mereka.

Maka menjadi kewajipan ke atas muslimin dan muslimat berjaga-jaga daripada perkara tersebut, dan hendaklah kita tidak turut sama membantu menyambut perayaan-perayaan tersebut dengan apa-apa cara sekalipun kerana ianya merupakan perayaan-perayaan yang menyalahi syariat Allah,dan yang menyambutnya ialah musuh-musuh Allah,maka tidak boleh berkongsi dalam menyambutnya, dan jangan saling tolong menolong membantu orang-orang yang menyambutnya, dan jangan membantu mereka dengan apa-apa cara sekalipun. tidak dengan teh, kopi dan tidak dengan memberi hadiah dan yang selain darinya.

Allah juga berfirman bermaksud:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. [al-Maaidah[5]:2]

Perkongsian bersama orang-orang kafir dalam menyambut& membesarkan perayaaan-perayaan mereka salah satu bentuk saling membantu dalam berbuat dosa dan pelanggaran.Maka wajib bagi muslim dan muslimah meninggalkan perkara tersebut.

Menjadi kewajipan bagi kita juga melihat perkara ini mengikut syariat Islam dan apa yang datang darinya, bukan dengan melihat urusan majoriti manusia kerana sesungguhnya sangat ramai manusia yang tidak mempedulikan dengan apa yang disyari`atkan oleh Allah swt

sepertimana firman Allah swt:

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
[al-An`aam[ [6]:116]


Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. [Yusuf[12]; 103]

Maka perayaan-perayaan yang menyalahi syari`at Islam tidak boleh kita menyambutnya,membesarkannya walaupun ianya dilakukan ramai manusia sekarang(termasuk umat Islam),dan seorang mukmin hendaklah menilai perbuatan-perbuatannya dan ucapan-ucapannya serta perbuatan orang ramai dengan al-Quran & As-Sunnah.

Dengan keduanyalah apa yang menepati kedua-duanya maka ianya adalah diterima,walaupun ianya ditinggalkan ramai manusia,dan apa yang menyalahi kedua-duanya atau salah satu darinya maka ianya adalah tertolak walaupun ianya dilakukan oleh ramai manusia.

Moga Allah mengurniakan taufik dan hidayah kepada kita semua.

Diterjemah oleh Abu Ayyub
sumber:
http://www.sahab.net/home/index.php?threads_id=142
dipetik ;
http://al-ahkam.net/home/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=137909

3 comments:

Imron Kuswandi M. said...

TOLERANSI BERAGAMA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Dalam segala hal, marilah kita saling bekerja sama, saling membantu, saling menolong, dst. Kapanpun, dimanapun, kepada siapapun, tanpa memandang sukunya, kekayaannya, usianya maupun agamanya.

Namun, untuk urusan akidah/keyakinan, justru kebalikannya. Dalam hal ini (urusan akidah/keyakinan), tidak boleh ada kerja sama, tidak boleh ada intervensi (campur tangan) dari pihak lain. Biarlah semuanya berjalan sendiri-sendiri, sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Kaafiruun ayat 6 berikut ini: “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS. Al Kaafiruun: 6).

Saudaraku…,
Biarlah di antara kita beribadah dan menyembah Tuhan masing-masing, sesuai dengan agama kita masing-masing. “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.” (QS. Al Kaafiruun: 2 – 5).

Saudaraku…,
Semua pihak di antara kita haruslah saling menghomati dan menghargai keyakinan masing-masing. Bahkan Al Qur’an secara tegas melarang kita yang beragama Islam untuk memaki sembahan-sembahan pemeluk agama lain. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’aam: 108).

Saudaraku…,
Tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Karena (menurut Al Qur’an) hak Allah-lah untuk memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi masalah hidayah (petunjuk ke jalan yang lurus) adalah urusan Allah semata. Jika seseorang diberi petunjuk oleh-Nya, niscaya dia akan memilih jalan yang lurus (Islam). Demikianlah penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 142: Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (QS. Al Baqarah: 142).

Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 256, diperoleh penjelasan bahwa tidak ada paksaan untuk memasuki/memeluk agama Islam, karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut** dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 256).

Saudaraku…,
Jika semuanya dapat berjalan dengan baik seperti uraian di atas, tentunya kita akan bisa hidup berdampingan dengan damai, saling menghomati dan saling menghargai.

NB.
**) Yang dimaksud dengan Thaghut** ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah SWT.

- Tulisan ini diambil dari: www.imronkuswandi.blogspot.com
- Mohon maaf jika kurang berkenan!

Imron Kuswandi M. said...

TERNYATA PANDANGAN MATA KITA SERING MENIPU

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Jika kita perhatikan pesawat terbang yang sedang melintas jauh di atas kita, nampaklah bahwa pesawat terbang tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak lebih kecil dari sepeda motor kita. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya pesawat terbang tersebut beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan sepeda motor kita.

Demikian juga jika kita perhatikan bulan purnama di tengah malam. Dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bulan purnama tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak hanya sebesar piring saja. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bulan tersebut adalah teramat besar, bahkan milyaran kali lebih besar dibandingkan dengan sebuah piring.

Hal yang sama juga terjadi pada saat kita perhatikan matahari di siang hari. Dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa matahari tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak sama dengan bulan. Padahal kita semua sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya matahari tersebut adalah teramat besar, bahkan ratusan ribu kali lebih besar dibandingkan dengan bumi kita, apalagi jika dibandingkan dengan bulan.

Terlebih lagi jika kita memperhatikan bintang-bintang di malam hari. Dalam penglihatan mata kita, nampaklah bahwa bintang-bintang tersebut terlihat sangat kecil, bahkan nampak jauh lebih kecil dibandingkan bulan. Padahal kita semua juga sama-sama mengetahui, bahwa pada kenyataan yang sebenarnya bintang-bintang tersebut adalah teramat besar, bahkan begitu banyak yang jauh lebih besar dari matahari.

Saudaraku…,
Dari uraian di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa ternyata pandangan mata kita sering menipu. Sesuatu yang terlihat lebih kecil, seringkali pada kenyataannya bahkan jauh lebih besar. Demikian pula sebaliknya, sesuatu yang terlihat lebih besar, bisa jadi pada kenyataannya bahkan jauh lebih kecil.

Saudaraku…,
Jika kita perhatikan lebih jauh lagi, ternyata kondisi di atas juga dapat terjadi pada semua aspek kehidupan kita yang lain.

Seseorang yang dalam penglihatan kita nampak seperti orang yang kaya raya, pada kenyataan yang sebenarnya bisa jadi dia adalah orang yang miskin, meski hidup ditengah harta kekayaan yang melimpah.

Seseorang yang dalam penglihatan kita nampak seperti orang yang sangat bahagia, pada kenyataan yang sebenarnya bisa jadi dia adalah orang yang selalu dirundung duka, meski hidup dipuncak popularitas.

Hal yang sama juga terjadi pada saat kita sedang melihat seseorang yang nampak seperti orang yang sukses. Pada kenyataan yang sebenarnya bisa jadi dia adalah orang yang senantiasa akrab dengan kegagalan, meski hidup ditengah karier yang sedang menanjak.

Demikian juga sebaliknya. Seseorang yang dalam penglihatan kita nampak seperti orang miskin, pada kenyataan yang sebenarnya bisa jadi dia adalah orang yang sangat kaya, meski hidup dalam kekurangan harta.

Hal yang sama juga terjadi pada saat kita sedang melihat seseorang yang nampak seperti orang yang selalu akrab dengan kegagalan. Pada kenyataannya, bisa jadi dialah orang sukses yang sebenar-benarnya, meski hidup ditengah karier yang tidak menentu.

Saudaraku…,
Jika memang demikian halnya (bahwa ternyata pandangan mata kita sering menipu), mengapa masih banyak diantara kita yang tetap saja tertipu oleh pandangan matanya? Mengapa masih banyak diantara kita yang bahkan terus saja mengikuti serta memperturutkan pandangan matanya? Mengapa kita tidak menyandarkan pandangan kita berdasarkan kacamata Al Qur’an dan Al Hadits saja? Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat!

NB.
- Tulisan ini diambil dari: www.imronkuswandi.blogspot.com
- Mohon maaf jika kurang berkenan!

Imron Kuswandi M. said...

SAUDARAKU, JAGALAH AGAMAMU HINGGA AKHIR HAYAT...!

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saudaraku…,
Janganlah sekali-kali kita mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam. Janganlah sekali-kali kita mati, kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam. Karena, barangsiapa yang murtad dari agama Islam, lalu mati dalam kekafiran, maka akan sia-sialah seluruh amalannya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Dan mereka akan kekal di dalamnya. Na’udzubillahi mindzalika!

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ’Imran. 102).

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al Baqarah. 132).

”... Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah. 217).

Saudaraku…,
”Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong”. (QS. Ali ’Imran. 91).

”Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al An’aam. 122). Na’udzubillahi mindzalika!

NB.
- Tulisan ini diambil dari: www.imronkuswandi.blogspot.com
- Mohon maaf jika kurang berkenan!